Artikel / 20 Aug 2023

SANTRI DIJENGUK SEBULAN SEKALI. PEMBATASAN ANAK DAN ORANG TUA?

Ada tulisan yang beredar di beranda faceebok saya, kurang lebih bunyinya seperti ini: "Santri hanya boleh dijenguk satu bulan sekali, pembatasan ortu dan anak?"

Kemudian saya penasaran membaca komentar-komentar netizen. Ada yang pro ada yang kontra. Sudah biasa, jika ada wacana dilempar, walaupun hanya berbentuk pertanyaan diplomatif, pasti banyak yang "tidak bisa menangkap maksud penulis". Gampangnya, mudah disalahpahami.

Oke. Karena saya juga pengasuh pesantren di Ponpes Modern Daarul Arqom maka saya punya hak veto untuk menjawab pertanyaan tersebut. Jawaban ini saya petik dari gagasan kebijakan di pondok kami: "menjenguk hanya sekali dalam sebulan."

Pertama, kami menyadari bahwa pondok itu adalah kawah candra dimuka. Saat santri datang, maka mereka harus segera melupakan seluruh kenangan mereka selama masih di rumah. Caranya dengan apa: membatasi pertemuan dengan orang tua. Jadi, pembatasan interaksi anak dan orang tua agar mereka segera terbiasa, atau biasa (bagi santri lama) terhadap lingkungan pesantren.

Kedua, ini agak teoritis. Agak tafsir-tafsir sedikit. Bisa tepat, bisa tidak. Kita berkaca pada kisah Nabi Ibrahim dan Ismail. Semua pasti tau, Ismail sudah sejak lama "dipisah" dengan Ayahnya, Ibrahim. Dipondokkan di "bakkah", atau sekarang kita mengenalnya "mekkah". Dia sejak kecil jauh dari orang tuanya, Ibrahim, walaupun dekat dengan mamanya, Hajar.

Ketiga, Nabi Muhammad sejak kecil juga sudah "dipisahkan" dengan keluarganya. Beliau, salallahu alaihi wa sallam, dipondokkan di Bani Saad bin Bakr, bersama dengan masyarakat nomad. Beliau mondok di rumah Halimah dan Haris, suaminya.

Keempat, ini yang penting, tidak ada niat membatasi interaksi anak dan orang tua. Justru, menurut pengalaman kami, hubungan orang tua dan anak semakin harmonis. Anak yang biasanya tak pernah cerita, ngobrol, bercanda, dengan orang tua setelah nyantri semakin erat dengan orang tuanya. Jadi, kesimpulan: pembatasan anak dan orang tua, menurut saya, terlalu tergesa-gesa.

Sistem ini kalau dipandang dari sudut pandang positif, maka kesimpulan yang akan muncul satu pandangan sistem tersebut akan menumbuhkan rasa rindu, rasa cinta, dan keharmonisan antara orang tua dan anak. Sedangkan, jika persepsinya negatif, kesimpulannya tak jauh-jauh dari 'pembatasan' dan 'pengekangan'.

 

-Ahmad R. Syihabuddin

Leave a comment

NewsRoom

Volup amet magna clita tempor. Tempor sea eos vero ipsum. Lorem lorem sit sed elitr sed kasd et

© Daarul arqom tulung. All Rights Reserved.